Minggu, 22 November 2015

10 Tips menjadi Muslim yang baik

10 Tips menjadi Muslim yang baik.

         Setiap muslim seperti kita-kita ini pasti ingin menjadi Muslim yang baik, sebagai Muslim kita diperintahkan oleh Alloh SWT untuk beribadah kepada-Nya. Kita pasti mengenal istilah Habluminallah yakni menjalin hubungan kepada Alloh SWT seperti Sholat yang khusuk, dan Habluminannas yang berarti menjalin hubungan antar sesama manusia seperti bersosialisasi. Kita dituntut menyeimbangkan antar keduanya. Jadi, jika kita berhasil menyeimbangkan kedua unsur itu, kita bisa disebut sorang Muslim Yang baik, Aamiin Yaa Robbal 'Aalamiin.
Pada kesempatan kali ini saya akan memberikan sedikit tentang tips menjadi muslim yang baik

1. Bersikap terbuka

       Maksudnya terbuka terhadap setiap perubahan yang terjadi terutama dalam hal penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Setiap perubahan baru dihadapi dengan sikap optimis dan di jadikan sebagai tantangan untuk maju ke depan. Mempunyai keinginan mempelajari sains modern. Mengenali warisan intelektual sendiri sehinga seorang muslim tidak dikenal dengan istilah GAPTEK.

2. Tidak terpengaruh terhadap perbedaan pendapat

       Kita harus yakin dengan argumen kita dan tidak terpengaruh dengan pendapat orang lain, kalau bisa, kita harus menyadarkan orang lain untuk mengikuti pendapat kita dengan cara yang baik.

3. Memerankan agama bukan untuk diri sendiri

             Tapi juga untuk sosial. Melakukan ibadah berupa santun kepada fakir miskin, sedekah bagi anak-anak yatim, dan aktivitas sosial yang lain.

4. Membangun citra Agama Islam

           Memahami,mempelajari dan mengamalkan ajaran agama Islam secara betul-betul. Karena Islam yang kuat adalah yang kita harapkan.

5. Berperan sebagai pengadil

         Yang mampu mendamaikan orang-orang bersengketa dalam setiap persengketaan. Bertindak sebagai orang yang bisa berbuat adil di antara kedua pihak.

6. Tidak berhenti mempelajari ilmu pengetahuan

             Ilmu pengetahuan terus berkembang jadi kita wajib mempelajarinya dan terus menggali ilmu yang akan terjadi di masa depan. Pada Muslim generasi terdahulu saja, banyak penemu-penemu yang kondang itu berasal dari kalangan kita (Muslim), seperti IBNU SINA, yang seorang ahli pengobatan, selain itu ada IBNU RUSYD, AL-BIRUNI, dsb. Zaman sekarang yang sudah ada banyak teknologi modern, kita seharusnya dapat mempelajari berbagai ilmu yang ada di dunia. Sebab, orang yang menguasai dunia adalah orang yang menguasai berbagai macam ilmu yang ada di dunia ini.

7. Melakukan penelitian terhadap Agama Islam

            Kita meneliti agama Islam yang berkembang pada zaman sekarang dan mengambil yang sesuai dan meninggalkan dan melakukan yang kurang sesuai(subhat).

8. Memandang dunia sebagai sarana investasi

             Untuk kehidupan yang lebih hakiki yaitu akhirat. Meskipun hanya sebagai sarana seorang muslim tidak memendang kehidupan dunia dengan sebelah mata. Tapi serius dan bekerja keras untuk merain posisi mata, tapi serius dan bekerja keras untuk merain posisi ideal di dunia ini

9. Membangun kekuatan fisik yang kuat

               Baik melalui pendekatan olah raga atau pelatihan militer. Hal ini disadari sabda Rasul ‘’ muslim yang kuat lebih baik dibanding muslim yang lemah”. Kita sewaktu-waktu dapat menghadapi kondisi di mana kita harus mempertahankan identitas kita sebagai Muslim, barangkali upaya mempertahankannya dapat dengan cara fisik.

10. Menghargai sesama Muslim

            Meskipun orang Islam tersebut mempunyai beberapa aliran kita tetap harus menghormatinya.
Misalnya : Ketika waktu sholat Subuh, ada yang memakai do'a Qunut ataupun tidak. Kita tidak boleh saling menyalahkan karena semua itu benar. Dan yang salah adalah yang tidak melaksanakan sholat Subuh.
              Karena setiap muslim Insya Allah akan masuk surga. Jadi kita tidak boleh saling menyalahkan dan harus saling mendukung dan menghormati. Sebab, setiap Muslim itu wajib saling bahu-membahu agar generasi kita dapat membangun Agama Islam yang kuat, yang tidak mudah diadu domba, serta menjadi Muslim yang solid satu sama lainnya.

Materi Penjaskes - LOMPAT JANGKIT

LOMPAT JANGKIT

1.                         Lompat jangkit itu seperti lompat jauh, namun ada yang berbeda dari lompat jangkit. Lompat jangkit membutuhkan kecepatan dan kelenturan. Lompat jangkit itu melibatkan 3 lompatan berurutan yang semuanya berurutan, yakni: Hop (Jingkat), Step (Langkah) dan Jump (Lompat).

2.      Atlet lompat jungkit pada umumnya:

Lompat Jangkit (Triple Jump)
a.       Datar, tidak terlalu mengerahkan tenaga.
b.      Sudut tolakan pertama kurang lebih 130 derajat lebih kecil dari tolakan yang kedua dan ketiga.
c.       Pada setiap tolakan Hop, Step dan Jump. Lengan kiri dan kana mengayun ke arah berlawanan daripada letak kaki.
d.      Perbandingan antara Jingkat, langkah dan lompat kiranya 35:30:35
3.                                  Teknik lompat jangkit:
a.       Awalan.
Tujuan: Memperoleh kecepatan horizontal yang maksimal dan mempesiapkan tolakan pertama yang efektif dari papan tolakan.
b.      Jingkat.
1)                        Usahakan agar sedikit kehilangan kecepatan horizontal.
2)                        Memperoleh jarak singkat sejauh2 nya sambil tetap siap untuk
            melakukan tolakan langkah / step yang terkontrol.
3)                        Mempersiapkan pendaratan dan tolakan step berikutnya.
4)                        Memelihara keseimbangan.
c.       Langkah.
Pada tahap ini
1)                        Lutut kaki diayun ditarik ke atas setinggi-tingginya.
2)                        Lengan berayun ke arah berlawanan dengan gerakan kaki untuk
            menjaga keseimbangan.
3)                        Lutut belakang direflekskan bengkok di belakang tubuh dan
            lutut kaki diayun ke depan untuk mendarat.
d.      Lompat.
1)                        Menjaga keseimbangan saat melayang di udara.

2)                        Mempersiapkan pendaratan yang baik .

Sabtu, 21 November 2015

Apa itu TENIS MEJA ?

            A.    Definisi Tenis Meja
Tenis Meja atau sering dikenal dengan nama pingpong yaitu permainan menggunakan papan berbentuk kotak umumnya terbuat dari kayu sebagai paddles dan bola yang umumnya terbuat dari plastik, serta di bagian tengah meja terdapat jaring atau net dengan peraturan permainan tiga set dimana satu setnya 11 point.
B.     Peraturan Tenis Meja
1.      Pada saat serve, bola harus dilepas. Apabila bola terkena net dan bola masuk ke daerah lawan, maka harus di ulang sampai 3 (tiga) kali dan apabila masih terkena net juga maka point untuk lawan. Sedangkan apabila bola menyentuh net dan masuk ke daerah kita, maka point untuk lawan.
2.      Pada saat mau serve dan bola lepas dari tangan dan belum/tidak sempat dipukul, maka serven boleh diulang selama bola tidak menyentuh meja pertandingan. Kalau bola menyentuh meja pertandingan, maka point untuk lawan.
3.      Pada saat pertandingan, pergantian serve (pindah bola) dilakukan setelah 2 (dua) point.
4.      Pertandingan dilakukan sebanyak 3 (lima) game dan apabila menang dalam 2 game maka dinyatakan sebagai pemenang. Dalam setiap game-nya perolehan point sebanyak 21 point/angka.
5.      Selama pertandingan apabila tangan atau anggota tubuh lainnya menyentuh meja pertandingan, pertandingan tetap dilanjutkan. Dan apabila bola menyentuh tangan (tidak disengaja) dan bola jatuh ke meja lawan, maka pertandingan tetap dilanjutkan.
6.      Apabila bet menyentuh meja atau bet menyentuh badan, pertandingan tetap dilanjutkan.
7.      Untuk menentukan siapa yang berhak melakukan serve lebih dulu pada setiap pertandingan, dilakukan dengan menebak keberadaan bola dibawah meja yang disembunyikan oleh wasit. Sedangkan untuk game ke-2 dan selanjutnya, yang berhak melakukan serve lebih dulu adalah orang yang menerima bola (bukan yang serve) pada akhir game sebelumnya.

·         Single
1.      Pertandingan menggunakan hitungan 11 point dengan dua kali service bergantian
2.      Game finish/menang 03 set
3.      Service bola dilambungkan
4.      Service menyentuh net diulang tanpa batas
5.      Service bola tidak mengenai bats maka point buat lawan
6.      Bats menyentuh meja dinyatakan boleh atau tidak dis
7.      Disaat bola berjalan tidak boleh bersuara
8.      Disaat bola berjalan tangan memegang meja dinyatakan point buat lawan
9.      Bola menyentuh pinggir/samping meja dinyatakan masuk
10.  Apabila bola basah maka service diulang
11.  Disaat bola berjalan bola mengenai jari tangan yang memegang bat dinyatakan sah/boleh
·         Double
1.        Sama dengan peraturan single diatas
2.        Service dikotak sebelah kanan kearah sebelah kanan lawan dan jika masuk kesebelah kiri lawan point buat lawan
C.   Cara menghitunng poin
1.      Dalam permainan tunggal (single), server harus yang pertama melakukan sebuah serve, kedua receiver harus melakukan pengembalian (return) dan sesudah itu server dan receiver bergantian melakukan pengembalian.
2.      Dalam permainan ganda (double), pertama server harus melakukan sebuah service, kedua receiver melakukan pengembalian, ketiga pasangan server harus melakukan pengembalian, keempat pasangan receiver melakukan pengembalian dan sesudah itu setiap pemain pada gilirannya bergantian melakukan pengembalian (return).
3.      Apabila dua pemain berada dalam kursi roda dengan cacat fisik adalah sepasang pemain double, server pertama melakukan sebuah service, kedua receiver melakukan pengembalian, tapi setelah itu setiap pemain pasangan cacat boleh melakukan pengembalian. Bagaimanapun, tidak boleh ada bagian kursi-roda dari pemain yang boleh melewati garis-hayal (imaginary extension) dari garis tengah meja. Jika terjadi, wasit boleh memberikan poin ke pasangan lawan.


D.    Peralatan Tenis Meja

      1.            Ukuran Meja Tenis

·         Panjang seluruhnya = 274 cm
·         Lebar = 152,5 cm
·         Tebal garis sisi = 2 cm
·         Tinggi meja dari lantai lapangan = 76 cm
·         Luas = 4,1785 meter persegi
           
                              1.            Permukaan meja harus berwarna gelap, umumnya hijau tua. Permukaan meja tidak boleh berkilat dan dibatasi dengan garis putih sebesar 20 mm di semua sisinya.
                              2.            Garis putih yang membatasi lebar permukaan meja disebut ” batas akhir” (endlines) dengan panjang 152,5 cm.
                              3.            Garis putih yang membatasi panjang permukaan meja disebut ” batas sisi” ( side lines) dengan panjang 274 cm.
            Bagi permainan ganda, permukaan meja akan dibagi menjadi dua bagian dengan garis putih selebar 3 mm. Garis tengah pararel dengan batas sisi dan akan diberi nama ” batas tengah” ( centre line). Batas tengah yang sudah digambarkan secara permanen ini tak perlu dihapus apabila meja hendak dipakai untuk permainan tunggal.

      2.            Tiang Net dan Jaring Net
·         Panjang Net = 183 cm
·         Lebar / Tinggi Net = 15,25 cm
·         Luas Net = 0,279075 meter persegi
a)      Permukaan meja akan dibagi menjadi dua sisi dengan ukuran yang sama dengan perantaraan sebuah ” jaring” (net) yang pararel.
b)      Net ini akan ditegangkan oleh tali yang diikat pada kedua belah sisi pada sebuah tiang penyangga setinggi 15,25 cm dari permukaan meja.
c)      Panjang net itu, beserta panjangnya di sisi kanan dan kiri harus berukuran : panjang 1.83 m. Sedangkan seluruh panjang tersebut terhitung dari ujung atas net berjarak 152,2 mm di atas permukaan meja
d)     Di pinggir dan di tengah meja diberi garis. Umumnya untuk garis berwarna putih.

      3.            Bola
a.       Bola umumnya berbentuk bulat, dengan diameter maksimum 3,72 cm dan minimum 2,82 cm.
b.      Berat bola minimum harus 2,40 gram dan maksimum 2,54 gram.
c.       Bola ini harus terbuat dari selulosa atau plastik lainnya yang sejenis dan harus berwarna putih atau kuniing tanpa ada efek berkilat.
      4.            Bet atau raket
a.       Ukuran raket bebas, demikian juga bentuk dan beratnya.
b.      Bet umumnya terbuat dari kayu seluruh tebalnya rata serta dilapisi dengan karet agar dapat memantulkan bola tenis. Selain itu juga dapat memberi kecepatan penuh dan  juga memberi esempatan kepada para pemain mengembangkan gaya permainan yang akurat, penuh kehalusan dan teknik.


PENUTUP


1.      Kesimpulan
            Berdasarkan uraian diatas bahwa olahraga Tenis Meja di tingkat Nasional telah melakukan fungsinya. Namun demikian agar olahraga Tenis Meja ini arif dan bijaksana, maka perlu ada peningkatan sistem penyelenggaraan yaitu selain memberikan layanan dalam bentuk ekstra kulikuler juga memberikan layanan dalam pertandingan. Hal ini merupakan  bentuk kepedulian Nasional untuk ikut menyehatkan kehidupan bangsa melalui olahraga basket yang tepat, cepat, akurat dan relatif dapat dijangkau oleh kebutuhan masyarakat dan diharapkan mampu menciptakan atlit basket professional khususnya pada cabang olahraga Tenis Meja yang dapat mengharumkan nama bangsa Indonesia.

2.      Saran
            Supaya pertumbuhan dan perkembangan olahraga Tenis Meja berjalan dengan normal, kami berharap dapat memotivasi dan memberikan pembelajaran ini kepada masyarakat pada umum dalam pertumbuhan dan perkembangan untuk mencintai olahraga,khususnya adalah Tenis Meja. Supaya keingintahuan tentang dunia olahraga bertambah. Kami berharap generasi yang akan datang lebih optimal dalam bidang olahragaTenis Meja pada khususnya dan olahraga lainnya. Sehingga dalam era globalisasi ini bangsa kita tidak tertinggal perkembangannya dalam berbagai bidang khususnya dalam bidang olahraga Tenis Meja dan olahraga yang lain pada umumnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat serta jika banyak salah kata atau penulisan kami memohon maaf seikhlas-ikhlasnya.





DAFTAR PUSTAKA

1.        Stiles, K.E. dan Loucks-Horsley, S. 1998. Professional Development Strategies: Proffessional Learning Experiences Help Teachers Meet the Standards. The Science Teacher. September 1998. hlm. 46-49).
2.        Sumargi. 1996. Profesi Guru Antara Harapan dan Kenyataan. Suara Guru No. 3-4/1996. Hlm. 9-11.
3.        Supriadi, D. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Jakarta: Depdikbud.
Surya, H.M. 1998. Peningkatan Profesionalisme Guru Menghadapi Pendidikan Abad ke-21n (I); Organisasi & Profesi. Suara Guru No. 7/1998. Hlm. 15-17.
Tilaar, H.A.R. 1999. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21. Magelang: Indonesia Tera.


BOLA TANGAN

                             BOLA TANGAN


Sejarah
Bola tangan adalah olahraga beregu di mana dua regu dengan masing-masing 7 pemain (6 pemain dan 1 penjaga gawang) berusaha memasukkan sebuah bola ke gawang lawan. Permainan ini mirip dengan sepak bola (futsal), tapi cara memindahkan bola adalah dengan tangan pemain, bukan kaki. Lapangan bola tangan berukuran 40 m x 20m dengan garis pemisah di tengah dan gawang di tengah kedua sisi pendek. Di sekeliling gawang dibuat garis untuk menandai daerah yang hanya boleh dimasuki penjaga gawang. Bola yang digunakan lebih kecil dari bola sepak. Handball dimainkan selama 2 x 30 menit. Penalti dilakukan dari jarak 7 meter. Handball atau bola tangan sudah ada sejak zaman Yunani Kuno meskipun menggunakan peraturan yang masih kuno namun dengan ditelusuri oleh Homer dan Odyssey yang di gambarkan pada saati itu, dan handball dikenal dengan sebutan “Fangballspiel” atau permainan tangkap bola. Handball juga dipertandingkan di Olimpiade.
           Permainan bola tangan yang kita kenal pada saat ini, pertama kali diperkenalkan pada tahun 1890 oleh seorang tokoh gymnastic dari Jerman yaitu Konrad Koch. Permainan bola tangan ini mulai berkembang di Eropa, kemudian menjadi salah satu cabang olahraga yang tetap dan teratur dimainkan di sekolah, klub, sekolah lanjutan dan perguruan tinggi. Permainan bola tangan, pertama kali diakui dan disejajarkan seperti cabang olahraga yang lain dalam lingkup internasional oleh International Amateur Athletic Federation (I.A.A.F), suatu badan yang bertanggung jawab dan sebagai pelindung dari organisasi cabang olahraga yang baru tumbuh di Eropa pada saat itu. Sejak tahun 1904, permainan bola tangan mulai berkembang dengan mantap di bawah pengawasan I.A.A.F. makin banyak bangsa-bangsa yang mulai mencantumkan permainan bola tangan dalam kegiatan olahraga mereka dan pertandingan internasional menjadi bertambah populer.
Perang dunia ke II menimbulkan banyak persoalan karena banyak negara yang ikut terlibat dalam perang. Banyak bangsa di dunia tidak mempunyai kesempatan untuk berolahraga karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan. Dengan sendirinya permainan bola tangan dan juga cabang olahraga lainnya mengalami kemunduran. Akan tetapi setelah perang dunia berakhir, tahun 1928 yang bertepatan dengan diadakannya Olympic Games, wakil dari 11 negara mengadakan pertemuan di Amsterdam. Dari hasil pertemuan itu, terbentuklah suatu organisasi federasi bola tangan yang resmi yang disebut International Amateur Handball Federation (I.A.H.F) yang beranggotakan 11 negara. Para wakil dari negara anggota I.A.H.F mengadakan pertemuan kembali. Kemudian dilangsungkanlah Kongres Internasional di Kopenhagen. Tujuan dari kongres itu sendiri yaitu untuk mencoba menumbuhkan kembali permainan bola tangan. Hasil dari kongres ini adalah pembubaran I.A.H.F dan lahirnya International Handball Federation(I.H.F) organisasi resmi untuk bola tangan di dunia.
Teknik Permainan Bola Tangan
            Permainan ini dimainkan oleh pemain yang berjumlah 6 orang dan satu penjaga gawang. Objek dari permainan ini adalah melempar bola sampai masuk menjadi gol di gawang lawan. Bolatangan (Hand Ball) dimainkan di lapangan sepanjang 40 meter dan lebar 20 meter. Saat berlangsung permainan, pemain setiap tim adalah 6 orang dan satu penjaga gawang dengan waktu main 2x30 menit, teknik dasar yang digunakan seperti dribbling, passing dan shooting. 
Lapangan, Waktu dan Jumlah Pemain Bola Tangan
            Setiap tim terdiri dari 12 pemain, namun hanya 7 pemain yang ada di lapangan termasuk seorang penjaga gawang, lebih rincinya adalah 6 orang bermain dan 1 orang penjaga gawang. Selebihnya adalah pemain pengganti selama permainan berlangsung. Mereka masuk dan meninggalkan lapangan permainan dari daerah pergantian pemain. Permainan bolatangan ini berlangsung selama 2 x 30 menit atau berkisar satu jam, bola tangan dimainkan di lapangan sepanjang 40 meter dan lebar 20 meter. 
Peraturan Permainan Bola Tangan
·         Bergerak dengan membawa bola lebih dari 3 langkah
·         Memegang bola lebih 3 detik
·         Melempar bola ke atas kemudian di tangkap lagi
·         Menyentuh bola dengan kaki
·         Merebut bola saat dipegang
·         Sengaja melempar bola ke tubuh lawan
·         Memegang bola dalam sikap jongkok atau duduk terlentang
·         Masuk daerah kipper
·         Gerakan yang merugikan lawan (memukul, mrndorong, menarik)


Sejarah Perkembangan Ulumul Hadits

Sejarah Perkembangan Ulumul Hadits.
   
  Hadits sebagai pernyataan, perbuatan, taqrir dan hal-ihwal Nabi SAW. Merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an. Sebelum terhimpun dalam kitab-kitab hadits seperti sekarang, hadits diajarkan dan diriwayatkan secara lisan dan hafalan, sesuai dengan keadaan masyarakat Arab waktu itu yang memiliki daya hafal yang sangat kuat. Tapi tidak berarti kegiatan penulisan hadits tidak ada sama sekali. Sebab,  bahkan pada masa paling awal sekalipun, banyak sahabat yang sudah mencatat hadits, meski hanya untuk kepentingan pribadi.
   Dalam masa yang cukup panjang, antara wafatnya Nabi SAW. Dengan diangkatnya ‘Umar bin Abdul ‘Aziz sebagai Khalifah, bayak pemalsuan hadits yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu demi berbagai tujuan. Atas kenyataan inilah, Khalifah Umar bin Abdul ‘Aziz mengeluarkan kebijakan untuk menghimpun hadits nabi SAW. Secara masal. Kebijakan resmi ini membuat para ahli hadits sangat antusias dan berusaha semaksimal mungkin untuk menghimpun hadits. Bagi mereka, melakukan lawatan ke berbagai daerah yang jauh untuk menghubungi para perawi, bukan permasalahan. Bahkan ketika apa yang mereka dapatkan di sana harus diteliti dan disaring secara ketat demi mengetahui palsu tidaknya, sejauh mana kualitasnya.
   Karena itu, proses penghimpunan hadits secara menyeluruh memakan waktu yang cukup panjang, lebih dari satu abad. Perjalanan itu telah menghasilkan banyak kitab yang berbeda kualitas, dan berbagai metode penyusunan.
   Demi meneliti kualitas sebuah hadits, para ulama menciptakan beberapa kaidah dan ilmu pengetahuan hadits, yang dengannya mereka dapat membagi-bagi hadits sesuai kualitasnya. Kaidah-kaidah itu sangat diperlukan untuk menyeleksi sebuah periwayatan hadits. Di sinilah ilmu hadits dirayah mulai terwujud, meski masih dalam bentuk yang sangat sederhana.
   Dalam perkembangan selanjutnya, kaidah-kaidah itu semakin disempurnakan para ulama yang muncul pada abad ke-2 dan ke-3 hijriah, baik yang secara khusus mempelajari satu disiplin ilmu ataupun yang tidak sehingga kaidah-kaidah itumenjadi satu disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Beberapa ulama yang berhasil menyusun ilmu hadits menjadi sebuah disiplin ilmu yang mandiri secara utuh adalah:
a.)            Al-Qadliy Abu Muhammad ar-Ramahurmudziy (w. 360 H) dengan kitabya yang berjudul: “ Al- Muhaddits Al- Fashil Bainarrawii wal wa’i”
b.)           Al-Hakim Abu ‘Abdillah an-naisaburiy (321-405) dengan karyanya: “Ma’rifat ‘Ulum Al- Hadits.”
c.)            Abu Nu’man Ahmad bin Abdillah Al-Asfahaniy (336-430 H), lalu Al-Khathib Al-Baghdadiy (w.463 H) dengan kitabnya: “Al-Kifayatu fii Qowaaniin Ar-Riwaayah” dan “ Al- Jami’Addabi Syaikh wassami’ ”
d.)           Al-Qadhy ‘iyadi bin jusa (w. 544 H)
e.)            Abu hafs Umar bin Abdul Majid al-Mayanzi (w.580 H) dengan kitabnya yang berjudul: “Maalaa Yasii’ul muhaddits jahlah”
f.)            Abu Umar dan ‘Utsman bin Abd Ar-Rahman asy-Syahrazuri (w.643 H), dengan buah tangannya berjudul: “ ‘Ulumul Hadits” yang kemudian lebih dikenal dengan nana “Muqoddimah ibni Sholaah.”
Berikutnya dan dibuat sekitar 27 kitab ringkasan atau mukhtasharnya sehingga dapat dibuat pegangan dan rujukan oleh para ulama generasi selanjutnya.
   Kemudian muncullah berbagai macam kitab mushthalah hadits, baik dalam berbentuk syair seperti kitab nadzam alfiyyah as-Suyuthi, maupun yang berbentuk natsar (prosa). Juga berbentuk syarah keduanya, seperti Manhaju Dzawi an-Nadzar karya at-Tirmasyi (Pengasuh Pondok pesantren Termas Ponorogo Jawa Timur), yang mensyarahi at-taqrib karya imam am-Nawawiy.
   Dengan demikian, dapat diambil pemahaman bahwa hubungan antara ilmu hadits riwayaah dan ilmu hadits diraayah sangat erat satu sama lainnya. Sebab setiap ada periwayatan hadits, pasti ada kaidah-kaidah yang diperlukan untuk dipakai sebagai pijakan awal dalam penerimaan dan penyampaian hadits kepada orang lain. Akibatnya, kesempurnan ilmu hadits diraayah dinilai oleh kebutuhan yang berkaitan langsung dengan berkembangnya ilmu hadits riwayaah. Oleh karena itu, tidak mungkin ilmu hadits riwayaah berdiri tanpa ilmu hadits dirayaah, begitupun sebaliknya.
   Pada perkembangan selanjutnya, dai kedua ilmu hadits ini lahirlah berbagai cabang ilmu hadits lainnya, diantaranya adalah ilmu rijal al-hadits, ilmu al jarh wa at-ta’dil, ilmu taikh ar-ruwwat, ilmu ‘ilal al-hadits, ilmu an-nasikh wa al-mansukh, ilmu asbabul wurud al hadits dan ilmu mukhtalif al-hadits.

Cabang-cabang Ilmu Hadits
   Setelah ilmu hadits menjadi ilmu yang berdiri sendiri dan setelah dikembangkan pembahasannya oleh para ulama, lahirlah cabang-cabang ilmu yang membahas secara khusus tenang masalah-masalah tertentu. Pada akhirnya, cabang-cabang tersebut diberi nama sesuai dengan  masalah-masalah yang dibahasnya.
   Sesuai dengan esensi pembahasan ilmu hadis, pembahasan-pembahasan yang berlangsung adalah pembahasan terhadap sanad, matan dan keduanya. Sementara itu, menurut Abu Abdillah An-Naisaburi di dalam Ma’rifat Ulum Al-Hadits, memaparkan bahwa pembahasan hadits mempunyai cabang hingga mencapai 50 macam.Sedangkan menurut Ibnu Al hazimi, jumlahnya mencapai 100 macam, dan menurut Ibnu Shalah sebanyak 65 macam.
   Walaupun sebenarnya pembahasan ilmu hadits tersebut becabang-cabang dan diadakan spesialisasi dalam pembahasannya, bukan berarti tiap-tiap cabang bediri sendiri dan lepas satu dengan lainnya. Melainkan antara satu dengan yang lain saling berhubungan dan saling diperhatikan.
   Dari beberapa cabang yang dibahas jika dikelompokkan atas masalah yang akan dibahasnya dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:
a.              Cabang ilmu hadits yang pokok pembahasannya bertumpu pada sanad dan rawi. Diantara ilmu yang termasuk cabang ilmu ini adalah:
1)             Ilmu Rijal al-hadits, ilmu yang membahas tentang halihwal kehidupan para rawi dari golongan sahabat, tabi’in, tabi’ut at-tabi’in. Orang yang pertama kali membukukan adalah Al-Bukhari (256H) dan dalam Thabaqat Ibnu Saad. Pada abad keujuh muncul izzudin bin al-Atsar yang menghimpun nama-nama sahabat dalam sebuah kitab. Usaha serupa juga dilakukan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam bukunya Al-Ishabah fi Tamyiz as- Shahabah.
2)             Ilmu Thabaqat ar-Ruwah, ilmu yang membahas keadaan rawi berdasarkan keadaan rawi-awi tertentu. Pengelompokkan tersebut didasarkan atas segi umunya, gurunya, dan lain sebagainya. Ulama yang kali pertama menulis tentang Thabaqat ialah al-Waqidy (130-209 H) dan kitab yang banyak dipegangi oleh ulama sekarang adalah Thabaqat Ibnu Saad yang disusun oleh murid Al-Waqidy.
3)             Ilmu Tarikh Rijal Al-Hadits, ilmu yang membahas tentang rawi yang menjadi sanad suatu hadits mengenai tanggal lahirnya, silsilah keturunannya, guru-guru yang memberikan hadits kepadanya, jumlah hadits yang diriwayatkan, dan murid-murid yang pernah mengambil hadits darinya.
4)             Ilmu Jarh wa at-Tadil, ilmu yang membahas tentang hal ihwal para periwayat dalam bidang kritik keaiban dan memuji keadilannya dengan norma-norma tertentu sehingga dari hal itu dapat ditentukan siapa periwayat yang dapat diterima dan siapa yang ditolak. Metode yang digunakan adalah Takhrij Al-Hadits bi al-lafzh dan Takhrij al-hadits bi al-maudhui. Yang pertama menekankan penelusuran hadits melalui lafal dan yang kedua penakanannya pada topik masalah. Ulama yang membahas ini adalah ibnu Abbas, Ubaidah bin Shamit, Anas bin Malik, ibnu Sirin, Al-Amasy, Syubah dan lain-lain.

b.              Cabang-cabang ilmu hadits yang pokok pembahasannya bertumpu pada matan. Yang masuk dalam kategori ini adalah:
1)             Ilmu Gharib Al-Hadits, ilmu yang membahas lafal-lafal matan hadits yang sulit dipahami dikarenakan jarangnya lafal itu digunakan atau nilai sastranya yang tinggi. Di antara ulama yang merintis usaha dalam bidang ini ialah Abu Ubaidah Muammar bin al-Masra Al-Bashiry (210 H) dalam bentuk yang ringkas dan disempurnakan oleh Abu Hasan al-Madla bin Syamil al-Mazini (204 H) dengan menyusun yang lebih sempurna lagi. Kemudian dilanjutkan lagi oleh Abu Ubaid al-Qasim as-Salman (223 H), Qutaibah (276 H) dan Zamakhsyari, dengan kitabnya Al-Faiq fi Gharib al-Hadits.
2)             Ilmu Asbab Wurud al-Hadits, ilmu yang menerangkan tentang sebab-sebab atau latar belakang lahirnya suatu hadits. Diantara ulama yang secara intens membahasnya ialah Abu hamid bin Kaznah al-Jubary dan Abu Hafs Umar bin Muhammad bin Raja al-Ukhbary.
3)             Ilmu Tawarikh al-Mutun, ilmu yang menerangkan tentang kapan suatu hadits itu diucapkan atai diperbuat oleh Rasulullah. Ini berguna sekali untuk mengetahui Nasikh wa Mansukh suatu hadits. Ulama yang memberikan perhatian atas hal ini adalah al- Imam Sirajuddin Abu Hafsh Amr al-Bulkiny dalam bukunya Mahasinu al-Ishtilah.
4)             Ilmu Nasikh wa Mansukh, ilmu yang membahas tentang hadits yang dimansukh dan yang di nasikh. Di antara ulama yang ahli dalam ilmu ini ialah Abu Ishaq ad-Dinari (318 H) Muhammad bin Bahr al-Asbahani (322 H) Wahab bin Salam (410 H) Muhammad bin Musa al-Hazimi (583 H) dan Ibnu Jauzi (597 H).
5)             Ilmu Mukhtalaf Al-hadits, ilmu yang membahas hadits-hadts yang secara lahiriah bertentangan namun kemungkinan dapat diterima dengan suatu syarat. Cara yang ditempuh dengan cara membatasi kemutlakan dan keumumannya yang biasa yang disebut Ilmu Talfiq al-hadits. Ulama yang kali pertama membahasnya ialah As-Syafii (204 H) dalam kitabnya Mukhtalaf al-Hadits, Ibnu Qutaibah (276 H) Abu Yahya Zakaria bin Yahya al-Saji (307 H). Dan Al-Jauzi (598 H).
6)             Ilmu at-Tashif wa at-Tahrif, ilmu yang menerangkan hadits-hadits yang sudah diubah titik dan bentuknya. Ulama yang dianggap sebagai perintis terhadap hal ini ialah Ad-Daruquthny dan Abu Ahmad al-Asykay.
7)             Cabang-cabang ilmu hadits yang pokok pembahasannya berpangkal pada sanad dan matan. Termasuk dalam cabang ini adalah sebagai berikut: (a) Ilmu Ilal al-Hadits, ilmu yang menjelaskan sebab-sebab yang samar yang mencatat suatu hadits. Misalnya, memuttasilkan hadits yang munqathi, memarfu’kan hadits yang mauquff, dan lain-lain. Ulama yang membahasnya ialah Ibnu Madany (234 H), Imam Muslim (261 H), Abi Hatim (327 H), Ali bin Umar ad-Dauquthny (375 H), Muhammad bin Abdullah al-Hakim (405 H), dan Ibnu Al-Jauzi (597 H). (b). Ilmu Fann al-Mubhamat, ilmu yang menerangkan tentang nama-nama orang yang tidak sebutkan namaya dalam sanad dan matan. Ulama yang merintisnya ialah al-Khatib al-Baghdadi.

Ulumul Hadits sebagai Ilmu Pengetahuan

   Perbincangan mengenai ilmu pengetahuan tidak akan lepas dari pengertian ilmu dan pengetahuan itu sendiri. Pengetahuan (Ma’rifah / Knowledge) dalam pandangan James K. Feiblenan adalah hubungan antara obyek dan subyek. Dengan kata lain, pengetahuan adalah paham suatu subjek mengenai objek yang dihadapi. Subjek di sini adalah manusia sebagai kesatuan bebagai macam kesanggupan (akal, panca indea, dan lain-lain) yang dipergunakan untuk mengetahui sesuatu. Sebaliknya objek di sini adalah benda atau hal yang diselidiki yang merupakan realitas bagi manusia yang menyelidiki. Ilmu dalam pandangan beberapa para ahli adalah science yang mempunyai ciri-ciri berikut.
   Sudah menjadi kesepakatan bahwa ilmu pengetahuan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Objek kajiannya empiris dan mempunyai karakteristik khusus. Dan adanya hal tersebut didapatkan hasil yang bersifat rasional dan obyektif, universal dan komulatif.
   Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa ilmu hadits dapat dikategorikan sebagai ilmu pengetahuan. Hal ini dapat disebabkan bahwa ilmu hadits memiliki ciri-ciri sebagaimana ilmu-ilmu pengetahuan yang lain, yaitu:
1.              Memiliki obyek studi yang eksplisit.
Setiap ilmu pengetahuan ditentukan oleh obyeknya. Setidaknya didalamnya terdapat dua obyek, yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah mencakup seluruh lapangan atau bahan yang dijadikan obyek penyelidikan suatu ilmu. Sedangkan obyek formal merupakan obyek material yang telah disoroti oleh ilmu sehingga membedakan antara satu ilmu dengan ilmu yang lain.
Dari hal itu maka objek kajian dari Ulumul Hadits secara material adalah hadits dan objek formalnya meliputi kajian atas matan, sanad dan rawi. Hal inilah yang membedakan antara ilmu hadits dengan ilmu yang lain.
2.              Memiliki sistematisasi/struktur yang berbeda dari disiplin lain. Telah terjadi kesepakatan di kalangan ilmuwan bahwa di dalam ilmu terdapat sekumpulan yang sistematis. Ciri sistematis ini menunjuk pada setiap keterangan dan daa yang tersusun sebagai ilmu pengetahuan yang memiliki hubungan-hubungan ketergantungan dan teratur. Hal inilah yang membedakan dengan ilmu pengetahuan biasa karena pengetahuan ilmiah memiliki pertalian yang tertib menurut suatu tata tertib tertentu antarbagian-bagian yang merupakan pokok soal.
Sebagaimana lazimnya ilmu pengetahuan lain, ilmu hadits juga mempunyai sistemisasi tersendiri dan saling terkait satu sama lain. Antara satu kajian dengan kajian yang lain saling tekait dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Misalkan, kajian rijal al-hadits berkaitan pula dengan kajian tentang thabaqat al-ruwah, dan demikian seterusnya.
3.              Memiliki metode pengembangan.
Ilmu pengetahuan dikatakan ilmiah jika ia mempunyai metode pengembangan di mana dengan metode pengembangan ini diharapkan ilmu tersebut akan senantiasa dapat sesuai dengan zamannya dan dapat berlaku kapanpun sesuai dengan suasana yang melingkupi serta dapat dilakukan pengujian ulang.
Demikian pula ilmu hadits, di dalamnya juga terdapat metode pengembangan. Hal tersebut dapat dilihat dalam rentetan sejarah ilmu hadits sendiri, di mana keberadaannya selalu berkembang sesuai dengan masa dan tempatnya. Untuk itu, pembahasan semacam ini akan selalu meningkat seiring dengan pentingnya penelaahan atas hadits. Metode yang dikembangkan sekarang kebanyakan berorientasi pada kritik historis-antropologis, sosialogis dan psikologis.
4.              Memiliki evidensi empiris
Ilmu pengetahuan haruslah mempunyai kejelasan empiris yang dapat dilakukan berdasarkan pengamatan (observasi) atau percobaan (experiment). Terkait dengan hal ini, pembahasan yang ada dapat dilakukan dalam bingkai rasionalisme dan penomenologi.
Ilmu hadits di dalam kajiannya juga memiliki kejelasan empiris dalam objeknya; hadits sebagai objek yang di dalamnya mencakup matan, sanad dan rawi dapat diteliti secara empiris dan faktual. Bukti adanya hal tersebut telah banyak dilakukan ulama terdahulu dalam meneliti dan menyeleksi hadits dengan menetapkan metode-metode tertentu untuk dapat diterima, terutama dalam takhrij al-hadits.

Perspektif dan Prospektif Ulumul Hadits
   Jarak waktu antara masa Rasulullah dengan penulisan hadits secara lengkap dan resmi cukup lama. Seperti yang kita tahu kodifikasi hadits baru terlaksana sekitar abad kedua dan ini tentu saja memberikan peluang munculnya para pemalsu hadits dengan berbagai macam latar belakang dan kepentingan sehingga munculnya hadits maudhu yang dapat mengancam kemurnian hadits.
   Persoalan-persoalan tersebut bisa dikurangi dengan usaha keras ulama dalam menyusun seperangkat kaidah yang dikenal dengan ulumul hadits. Usaha tersebut menunjukkan betapa pentingnya peranan dan kedudukan ilmu haditsdalam upaya pemurnian hadits. Kedudukan ilmu ini akan sangatlah terasa penting dengan perlunya memahami hadits secara baik dan benar. Tanpa pemahaman terhadap ilmu hadits, hadits-hadits Nabi SAW tidak akan dipelajari secara baik apalagi sempurna. Sekiranya seluruh periwayatan hadits nabi sama dengan periwayatan Al-Qur’an. Yakni sama-sama mutawatir (Qathiy al-wurud) barangkali istilah istilah shahih, hasan, dhaif, mardud dan maqbul tidak pernah muncul dalam kajian ilmu hadits.
       Kajian ilmu hadits pada tataran selanjutnya semakin dirasa penting ditingkatkan seiring perkembangan zaman di mana tuntutan akan hadits dalam kerangka penetapan hukum sangat penting. Hal ini adalah wajar untuk mendapatkan kepastian hukum. Hal ini dapat terwujud jika didapatkan dari sumber yang otentik. Di samping itu, hadits ini senantiasa berfungsi sebagai penjaga atas sunnah dari adanya upaya pemalsuan.
   Ulumul Hadits sebagai salah satu cabag ilmu pengetahuan seharusnya diefektifkan pengembangannya. Langkah-langkah yang ditempuh selama ini adalah dengan metode penelitian hadits. Langkah semacam ini banyak digeluti oleh para ulama. Berangkat dari pengalaman dan kenyataan yang ada maka perlu dikembangkan adanya naqd (kritik) hadits, baik dalam matan maupun sanad. Dengan menggunakan pendekatan historis-antropologis, sosiologis dan psikologis. Pemahaman dalam usaha tersebut tidak saja digunakan dalam kritik terhadap hadits, namun juga dapat dipergunakan dalam pemahaman yang utuh atas hadits.
PENUTUP

   Bahwa hadits layak dikatakan sebagai ilmu pengetahuan dikarenakan memenuhi ciri-ciri ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu Hadits juga senantiasa menatap ke masa depan dengan adanya usaha-usaha untuk menyempurnakan dan mengembangkan kajian-kajiannya. Bab ini tentu saja merupaka kajian awal dan karenanya diperlukannya upaya penyempurnaan di masa mendatang. Kami beharap di antara pembaca sekalian ada yang tertarik untuk mendalami kajian di bidang epistemologi hadits sehingga eksistensi ilmu hadits sebagai ilmu akan semakin kuat dan mantap.