MENCEGAH PENEBANGAN HUTAN SECARA
LIAR MELALUIPENDEKATAN NEO-HUMANISME
Pendahuluan
Hutan adalah suatu wilayah yang
memiliki banyak tumbuh-tumbuhan lebat yang berisi antara lain pohon, semak,
paku-pakuan, rumput, jamur dan lain sebagainya serta menempati daerah yang
cukup luas. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang meiliki kawasan
hutan yang sangat luas. Hutan memiliki banyak manfaat bagi kita semua. Hutan
merupakan paru-paru dunia (planet bumi, sehingga perlu kita jaga karena jika
tidak maka hanya akan membawa dampak yang buruk bagi kita di masa kini dan masa
yang akan datang.
Hutan di Indonesia sangat berperan
penting dalam kelangsungan hidup satwa dan puspa yang ada di dalamnya. Selain
itu, keberadaan hutan di Indoneisa ini juga berfunsgi untuk melestarikan
beraneka ragam potensi satwa dan puspa di Indoensia. Berikut ini manfaat dari
adanya keberadaan hutan :
1. Manfaat/Fungsi Ekonomi
- Hasil hutan dapat dijual langsung atau diolah menjadi berbagai barang yang bernilai tinggi.
- Membuka lapangan pekerjaan bagi pembalak hutan legal.
- Menyumbang devisa negara dari hasil penjualan produk hasil hutan ke luar negeri.
- Hasil hutan dapat dijual langsung atau diolah menjadi berbagai barang yang bernilai tinggi.
- Membuka lapangan pekerjaan bagi pembalak hutan legal.
- Menyumbang devisa negara dari hasil penjualan produk hasil hutan ke luar negeri.
2. Manfaat/Fungsi Klimatologis
- Hutan dapat mengatur iklim
- Hutan berfungsi sebagai paru-paru dunia yang menghasilkan oksigen bagi kehidupan.
- Hutan dapat mengatur iklim
- Hutan berfungsi sebagai paru-paru dunia yang menghasilkan oksigen bagi kehidupan.
3. Manfaat/Fungsi Hidrolis
- Dapat menampung air hujan di dalam tanah
- Mencegah intrusi air laut yang asin
- Menjadi pengatur tata air tanah
- Dapat menampung air hujan di dalam tanah
- Mencegah intrusi air laut yang asin
- Menjadi pengatur tata air tanah
4. Manfaat/Fungsi Ekologis
- Mencegah erosi dan banjir
- Menjaga dan mempertahankan kesuburan tanah
- sebagai wilayah untuk melestarikan kenaekaragaman hayati
- Mencegah erosi dan banjir
- Menjaga dan mempertahankan kesuburan tanah
- sebagai wilayah untuk melestarikan kenaekaragaman hayati
Penebangan hutan
Saat ini, hanya kurang dari separuh
Indonesia yang memiliki hutan, merepresentasikan penurunan signifikan dari
luasnya hutan pada awalnya. Antara 1990 dan 2005, negara Indonesia telah
kehilangan lebih dari 28 juta hektar hutan, termasuk 21,7 persen hutan perawan.
Penurunan hutan-hutan primer yang kaya secara biologi ini adalah yang kedua di
bawah Brazil pada masa itu, dan sejak akhir 1990an, penggusuran hutan primer
makin meningkat hingga 26 persen. Kini, hutan-hutan Indonesia adalah beberapa
hutan yang paling terancam di muka bumi.
Jumlah hutan-hutan di Indonesia
sekarang ini makin turun dan banyak dihancurkan berkat penebangan hutan,
penambangan, perkebunan agrikultur dalam skala besar, kolonisasi, dan aktivitas
lain yang substansial, seperti memindahkan pertanian dan menebang kayu untuk
bahan bakar. Luas hutan hujan semakin menurun, mulai tahun 1960an ketika 82
persen luas negara ditutupi oleh hutan hujan, menjadi 68 persen di tahun 1982,
menjadi 53 persen di tahun 1995, dan 49 persen saat ini. Bahkan, banyak dari
sisa-sisa hutan tersebut yang bisa dikategorikan hutan yang telah ditebangi dan
terdegradasi. Berikut ini beberapa ilustrasi mengenai penebangan hutan di
Indonesia :
Efek dari berkurangnya hutan ini pun
meluas, tampak pada aliran sungai yang tidak biasa, erosi tanah, dan
berkurangnya hasil dari produk-produk hutan. Polusi dari pemutih khlorin yang
digunakan untuk memutihkan sisa-sisa dari tambang telah merusak sistem sungai
dan hasil bumi di sekitarnya, sementara perburuan ilegal telah menurunkan populasi
dari beberapa spesies yang mencolok, di antaranya orangutan (terancam), harimau
Jawa dan Bali (punah), serta badak Jawa dan Sumatera (hampir punah). Di pulau
Irian Jaya, satu-satunya sungai es tropis memang mulai menyurut akibat
perubahan iklim, namun juga akibat lokal dari pertambangan dan penggundulan
hutan.
Penebangan kayu tropis dan ampasnya merupakan penyebab utama dari berkurangnya hutan di negara itu. Indonesia adalah eksportir kayu tropis terbesar di dunia, menghasilkan hingga 5 milyar USD setiap tahunnya, dan lebih dari 48 juta hektar (55 persen dari sisa hutan di negara tersebut) diperbolehkan untuk ditebang. Penebangan hutan di Indonesia telah memperkenalkan beberapa daerah yang paling terpencil, dan terlarang, di dunia pada pembangunan. Setelah berhasil menebangi banyak hutan di daerah yang tidak terlalu terpencil, perusahaan-perusahaan kayu ini lantas memperluas praktek mereka ke pulau Kalimantan dan Irian Jaya, dimana beberapa tahun terakhir ini banyak petak-petak hutan telah dihabisi dan perusahaan kayu harus masuk semakin dalam ke daerah interior untuk mencari pohon yang cocok. Sebagai contoh, di pertengahan 1990an, hanya sekitar 7 persen dari ijin penambangan berada di Irian Jaya, namun saat ini lebih dari 20 persen ada di kawasan tersebut. Mari kita cermati petikan dari Kompas, 26 Agustus 2005 :
Penebangan kayu tropis dan ampasnya merupakan penyebab utama dari berkurangnya hutan di negara itu. Indonesia adalah eksportir kayu tropis terbesar di dunia, menghasilkan hingga 5 milyar USD setiap tahunnya, dan lebih dari 48 juta hektar (55 persen dari sisa hutan di negara tersebut) diperbolehkan untuk ditebang. Penebangan hutan di Indonesia telah memperkenalkan beberapa daerah yang paling terpencil, dan terlarang, di dunia pada pembangunan. Setelah berhasil menebangi banyak hutan di daerah yang tidak terlalu terpencil, perusahaan-perusahaan kayu ini lantas memperluas praktek mereka ke pulau Kalimantan dan Irian Jaya, dimana beberapa tahun terakhir ini banyak petak-petak hutan telah dihabisi dan perusahaan kayu harus masuk semakin dalam ke daerah interior untuk mencari pohon yang cocok. Sebagai contoh, di pertengahan 1990an, hanya sekitar 7 persen dari ijin penambangan berada di Irian Jaya, namun saat ini lebih dari 20 persen ada di kawasan tersebut. Mari kita cermati petikan dari Kompas, 26 Agustus 2005 :
Akibat Penebangan Hutan, 2.100 Mata
AirMengering
Kelangkaan minyak tanah yang kerap
mendera penduduk di berbagai daerah di Banyumas, Jawa Tengah, akhir-akhir ini
dikhawatirkan memacu penduduk kembali menggunakan kayu bakar dan menebang pohon
tanaman keras.
Jika itu terjadi, kerusakan sumber
air (mata air) akan semakin cepat. Di Banyumas saat ini tinggal 900 mata air,
padahal tahun 2001 masih tercatat 3.000 mata air.
Setiap tahun rata-rata sekitar 300
mata air mati akibat penebangan terprogram (hutan produksi) maupun penebangan
tanaman keras milik penduduk, ujar Wisnu Hermawanto, Kepala Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Banyumas, Kamis (25/8).
Akan tetapi akibat berbagai tekanan
baik kebutuhan hidup maupun perkembangan penduduk, perlindungan terhadap sumber
air maupun tanaman keras atau hutan rakyat semakin berat.
Di lain pihak, penduduk yang di
lahannya terdapat sumber air tidak pernah memperoleh kompensasi sebagai ganti
atas kesediaannya untuk tidak menebangi pohonnya.
Kesulitan penduduk memperoleh minyak
tanah berdampak pada peningkatan penggunaan kayu bakar. Penduduk di daerah
pedesaan yang jauh dari pangkalan minyak tanah memilih menebang pohon untuk
kayu bakar.
Satu ikat kayu bakar ukuran sedang
sekarang harganya sudah Rp 7.000, ujar Wisnu.
Ia memprediksi, setiap hari sekitar
1.500 pohon milik penduduk di Banyumas ditebang untuk dijadikan kayu bakar
sebagai pengganti minyak tanah. (nts)
Sumber: Kompas, Jumat, 26 Agustus
2005
Di Indonesia, penebangan kayu secara legal mempengaruhi 700.000-850.000 hektar hutan setiap tahunnya, namun penebangan hutan illegal yang telah menyebar meningkatkan secara drastis keseluruhan daerah yang ditebang hingga 1,2-1,4 juta hektar, dan mungkin lebih tinggi – di tahun 2004, Menteri Lingkungan Hidup Nabiel Makarim mengatakan bahwa 75 persen dari penebangan hutan di Indonesia ilegal. Meskipun ada larangan resmi untuk mengekspor kayu dari Indonesia, kayu tersebut biasanya diselundupkan ke Malaysia, Singapura, dan negara-negara Asia lain. Dari beberapa perkiraan, Indonesia kehilangan pemasukan sekitar 1 milyar USD pertahun dari pajak akibat perdagangan gelap ini. Penambangan ilegal ini juga merugikan bisnis kayu yang resmi dengan berkurangnya suplai kayu yang bisa diproses, serta menurunkan harga internasional untuk kayu dan produk kayu.
Di Indonesia, penebangan kayu secara legal mempengaruhi 700.000-850.000 hektar hutan setiap tahunnya, namun penebangan hutan illegal yang telah menyebar meningkatkan secara drastis keseluruhan daerah yang ditebang hingga 1,2-1,4 juta hektar, dan mungkin lebih tinggi – di tahun 2004, Menteri Lingkungan Hidup Nabiel Makarim mengatakan bahwa 75 persen dari penebangan hutan di Indonesia ilegal. Meskipun ada larangan resmi untuk mengekspor kayu dari Indonesia, kayu tersebut biasanya diselundupkan ke Malaysia, Singapura, dan negara-negara Asia lain. Dari beberapa perkiraan, Indonesia kehilangan pemasukan sekitar 1 milyar USD pertahun dari pajak akibat perdagangan gelap ini. Penambangan ilegal ini juga merugikan bisnis kayu yang resmi dengan berkurangnya suplai kayu yang bisa diproses, serta menurunkan harga internasional untuk kayu dan produk kayu.
Manajemen hutan di Indonesia telah
lama dijangkiti oleh korupsi. Petugas pemerintahan yang dibayar rendah
dikombinasikan dengan lazimnya usahawan tanpa reputasi baik dan politisi licik,
larangan penebangan hutan liar yang tak dijalankan, penjualan spesies terancam
yang terlupakan, peraturan lingkungan hidup yang tak dipedulikan, taman
nasional yang dijadikan lahan penebangan pohon, serta denda dan hukuman penjara
yang tak pernah ditimpakan. Korupsi telah ditanamkan pada masa pemerintahan
mantan Presiden Jendral Haji Mohammad Soeharto (Suharto), yang memperoleh
kekuasaan sejak 1967 setelah berpartisipasi dalam perebutan pemerintahan oleh
militer di tahun 1967. Di bawah pemerintahannya, kroni tersebar luas, serta
banyak dari relasi dekat dan kelompoknya mengumpulkan kekayaan yang luar biasa
melalui subsidi dan praktek bisnis yang kotor.
Pendekatan Neo-Humanisme
Hutan-hutan Indonesia menghadapi
masa depan yang suram. Walau negara tersebut memiliki 400 daerah yang
dilindungi, namun kesucian dari kekayaan alam ini seperti tidak ada. Dengan
kehidupan alam liar, hutan, tebing karang, atraksi kultural, dan laut yang
hangat, Indonesia memiliki potensi yang luar biasa untuk eko-turisme, namun
sampai saat ini kebanyakan pariwisata terfokus pada sekedar liburan di pantai.
Sex-tourism merupakan masalah di beberapa bagian negara, dan pariwisata itu
sendiri telah menyebabkan permasalahan-permasalahan sosial dan lingkungan
hidup, mulai dari pembukaan hutan, penataan bakau, polusi, dan pembangunan
resort.
Melihat dampak dari penebangan hutan
secara liar tersebut,maka perlu adanya suatu cara untuk mencegah terjadinya hal
tersebut. Dalam hal ini, penulis ingin memberikan kontribusi dalam menyikapi adanya
penebangan hutan tersebut dengan cara pendekatan secara neo-humanis. Di
bawah ini akan diuraikan beberapa pendekatan neo-humanis dalam mencegah
dan mengurangi terjadinya penebangan hutan secara liar :
- Penduduk lokal biasanya bergantung pada penebangan
hutan di hutan hujan untuk kayu bakar dan bahan bangunan. Pada masa lalu,
praktek-praktek semacam itu biasanya tidak terlalu merusak ekosistem.
Bagaimanapun, saat ini wilayah dengan populasi manusia yang besar,
curamnya peningkatan jumlah orang yang menebangi pohon di suatu wilayah
hutan hujan bisa jadi sangat merusak. Sebagai contoh, beberapa wilayah di
hutan-hutan di sekitar kamp-kamp pengungsian di Afrika Tengah (Rwanda dan
Congo) benar-benar telah kehilangan seluruh pohonnya. Oleh karena itu,
perlu adanya bimbingan dan penyuluhan kepada penduduk setempat tentang
betapa pentingnya keberadaan hutan bagi kehidupan semua umat.
- Dalam hal penebangan hutan secara konservatif, denagn
cara menebang pohon yang sudah tidak berproduktif lagi. Jangan sampai pohon
yang masih muda dan masih berproduktif ditebang. Selain itu, sebaiknya
masyrakat sekitar perlu diberi arahan dalam penebangan pohon, di antaranya
larangan untuk menebang pohon yang sebagai plasa nutfah. Selanjutnya,
setiap menebang satu pohon, harus seerag menaggabti denagn menamam pohon
kembali sebanyak satu pohon. Bila pendekatan ini dapat dilaksananakn
secara tanggung jwab, niscaya tidak akan lagi terjadi penggundulan hutan.
- Melakukan pembenahan terhadap sistem hukum yang
mengatur tentang pengelolaan hutan menuju sistem hukum yang responsif yang
didasari prinsip-prinsip keterpaduan, pengakuan hak-hak asasi manusia,
serta keseimbangan ekologis, ekonomis, dan pendekatan neo-humanisme.
- Selanjutnya perlu adanya suatu program peningkatan
peranan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian
hutan. Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan
kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya
alam dan pelestarian lingkungan hidup. Dalam upaya pemberdayaan masyarakat
lokal harus diselenggarakan dan difasilitasi berbagai pelatihan untuk
meningkatkan kepedulian lingkungan di kalangan masyarakat, seperti
pelatihan pengendalian kerusakan hutan bagi masyarakat dan pelatihan
lingkungan hidup untuk para tokoh dalam masyarakat agar nantinya bisa
membawa masyarakat yang sadar akan lingkungannya.
- Melalui pendekatan neo-humanisme ini, juga perlu
dibentuk suatu kelompok peduli hutan dalam masyarakat yang bertugas
memantau keadaan hutan di sekitarnya dan melakukan pelestarian hutan,
kemudian menularkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh dari berbagai pelatihan
manajerial kehutanan kepada masyrakat di sekitarnya, sehingga nantinya
akan ada rasa saling memiliki dengan adanya keberadaan hutan tersebut.
- Melakukan program reboisasi secara rutin dan pemantauan
tiap bulannya dengan dikoordinir oleh tokoh-tokoh masyarkat setempat.
Dengan adanya pemantauan tersebut, maka hasil kerja keras dari reboisasi
yang telah dilaksanakan akan tetap terpantau secara rutin mengenai
perkembanganya dan potensi ke depannya.
- Selain itu, perlu adanya inovasi pelatihan keterampilan
kerja di masyarakat secara gratis dan rutin dari pihak-pihak yang terkait,
seperti Dinas Tenaga Kerja,dll, sehinnga masyarakat tidak hanya bergantung
pada hasil hutan saja, tetapi dapat mengembangkan
keterampilan-keterampilan dimilkinya.
Penutup
Sementara itu, peningkatan peranan
dan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian
lingkungan hidup harus terus ditingkatkan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan
akan diarahkan kepada upaya: peningkatan dan pengakuan atas peran dan
kepemilikan masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup; penyusunan pedoman mekanisme konsultasi publik dalam penetapan kebijakan
dan peraturan dalam rangka pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup;
pengembangan pola kemitraan dengan masyarakat lokal dalam pengawasan
pengelolaan sumber daya alam dan pengendalian kualitas lingkungan hidup.
Referensi
Hoed, Benny, et al. Jakarta
Recovery; Blue Print Pembangunan Ibukota, Sumbangsih Kampus untuk Jakarta. Jakarta:
Kelompok Kerja Pembangunan Ibukota-BEMUI. 2007
http://world.mongabay.com/indonesian/502.html (diakses pada tanggal 29 Oktober 2009 Pukul 22:44 )
http://organisasi.org/pengertian-hutan-manfaat-hutan-yang-mempengaruhi-persebaran-hutan (diakses pada tanggal 29 Oktober 2009 Pukul 22: 53)
http://www.dephut.go.id/ (diakses pada tanggal 29 Oktober 2009 Pukul 22: 53)
http://cbdrmbabad.wordpress.com/2007/11/01/akibat-penebangan-hutan-2100-mata-air-mengering/ (diakses pada tanggal 29 Oktober 2009 Pukul 22: 54)
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus